Tugas Individu
Nama : La Banara
Nama : La Banara
NIM :a2 d1 09 169
Jurusan :PBSID
M. Kuliah :penelitian pengajaran
M. Kuliah :penelitian pengajaran
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN
KUANTITATIF
Tulisan
ini didasarkan pada buku W. Lawrence Neuman, University of Wisconsin 1997 yang
berjudul Social Research Methods ‘Qualitative and Quantitative
Approaches’,fourth edition dengan topic Science and Research, yang
dipublikasikan di Boston serta buku Masri Singarimbun dan Sofian Efendi yang
berjudul Metode Penelitian Survai,yang diterbitkan LP3ES, Jakarta pada tahun
1982. Adapun hal yang akan dijelaskan dalam tulisan ini mengenai teknik
pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif yang juga menyangkut apa tujuan
dari pengambilan sampel tersebut dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan
oleh setiap peneliti dalam pengambilan suatu sampel.
Sebelumnya, dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian dari sampel itu sendiri. Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari suatu populasi. Sampel berasal dari bahasa Inggris “sample” yang artinya contoh, comotan atau mencomot yaitu mengambil sebagian saja dari yang banyak. Dalam hal ini yang dimaksud dengan yang banyaak adalah populasi. Dalam suatu penelitian, tidaklah selalu perlu untuk meneliti semua individu dalam populasi karena akan memakan banyak waktu dan biaya yang besar. Oleh karena itu dilakukan pengambilan sampel, dimana sampel yang diambil adalah sampel yang benar-benar representasi atau yang mewakili seluruh populasi.
Dalam suatu penelitian yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan sampel adalah memperhitungkan masalah efisiensi ( waktu dan biaya) dan masalah ketelitian dimana penelitian dengan pengambilan sampel dapat mempertinggi ketelitian karena jika penelitian terhadap populasi belum tentu dapat dilakukan secara teliti. Seorang peneliti dalam suatu penelitian harus memperhitungkan dan memperhatikan hubungan antara waktu, biaya dan tenaga yang akan dikeluarkan dengan presisi ( tingkat ketepatan ) yang akan diperoleh sebagai pertimbangan dalam menentukan metode pengambilan sampel yang akan digunakan.
Lawrence dalam bukunya mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif canderung menggunakan teknik pengambilan sampel yang berasal dari teori probabilitas ( probability sampling ) yakni pengambilan sampel secara acak ( random) yang dalam literature Inggris disebut “random sampling”. Pengambilan sampel melalui “probability sampling” didasarkan atas pemikiran bahwa keseluruhan unit dalam suatu populasi memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Karena setiap unit-unit anggota populasi memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel, maka untuk menjadi sampel, unit-unit populasi tersebut harus dirandom atau diacak. Walaupun pengambilannya secara acak, sampel yang dihasilkan tetap merupakan sampel ya ng representative.
Adapun tipe-tipe dari pengambilan sampel secara probabilitas atau “probability sampling” adalah; pengambilan sampel secara acak sederhana ( simple random sampling
), pengambilan sampel secara sistematis ( systematic sampling ), pengambilan sample secara acak bertingkat ( stratified random sampling ) dan pengambilan sampel gugus sederhana ( simple cluster sampling ).
Simple random sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dalam pengambilan sampel secara acak sederhana , tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Misalnya besar populasi adalah “N”, unsur dalam sampel adalah “n”, maka besar kesempatan tiap satuan element untuk terpilih dalam sampel adalah n/N. Hasil sampel secara acak dapat dievaluasi secara objektif karena terpilihnya suatu unit menjadi sebuah sampel harus benar benar berdasarkan faktor kebetulan, bebas dari subjektifitas peneliti maupun orang lain.
Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan dengan cara: mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi, dan dengan menggunakan table angka acak ( random ). Melalui cara pengundian, terlebih dahulu semua unit dalam populasi disusun kedalam daftar kerangka sampling ( sampling frame) baru kemudian diambil sampel dengan cara pengundian sehingga setiap unit mempunyai peluang yang sama untuk dapat dipilih. Penggunaan cara ini tidak praktis apabila jumlah unit dalam populasi nya besar. Sedangkan penggunaan table angka acak dilakukan apabila yang diketahui hanyalah nama-nama dan identifikasi dari unit-unit dalam populasi yang akan diteliti.
Pengambilan sampel secara acak sederhana hanya dapat dilakukan jika tersedia daftar kerangka sampling ( sampling frame ), sifat populasinya homogen dan keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis.
Pengambilan sampel secara sistematis adalah suatu metode pengambilan sampel dimana hanya unsur pertama dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sitematis menurut suatu pola tertentu. Pengambilan sampel secara sistematis dapat dilakukan jika nama-nama atau identifikasi dari setiap unit dalam populasi terdapat dalam kerangka sampling dan populasi tersebut harus mempunyai pola yang beraturan. Cara ini sangat sederhana , praktis, mengurangi tenaga, menghemat waktu dan menekan biaya. Metode ini hanya dapat digunaan apabila populasi harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak lagi, tersedianya kerangka sampel dan populasi bersifat homogen.
Apabila populasi yang akan diambil sampel memiliki sifat yang heterogen maka metode yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak bertingkat ( stratified random sampling). Populasi yang memiliki sifat yang heterogen tersebut harus dibagi-bagi dalam lapsan-lapisan ( strata ) yang seragam dan kemudian diambil sampel secara acak. Dalam menggunakan metode ini, harus ada kriteria yang jelas dalam hal ini variabel-variabel yang aka diteliti yang akan digunaka sebagai dasar untuk membagi populasi kedalam lapisan-lapisan, harus tersedia data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang digunakan serta jumlah satuan dari setia unit dalam setiap populasi harus diketahui secara tepat.
Sedangkan metode terakhir yang digunakan dalam pengambilan sampel secara probabilitas adalah pengambilan sampel gugus sederhana ( cluster sampel ). Pengambilan sampel ini memiliki kesamaaan dengan pengambilan sampel secara acak hanya saja dalam metode ini pengambilan sampel dari unit-unit populasi atau setiap uni sampelnya adalah kumpulan atau cluster daripada unsur-unsurnya. Metode ini digunakan jika kerangka sampel tidak tersedia atau tidak lengkap, oleh karena itu unit-unit analisa dalam dalam populasi digolongkan kedalam gugus yang disebut dengan cluster, dan ini merupakan satuan dimana saampel akan diambil. Jumlah gugus yang diambil sebagai sampel harus secara acak. Kemudian unsur-unsur penelitian dalam gugus tersebut diteliti semua. Cluster sampling tidak memilih individu sebagai unit sampel tetapi memilih rumpun-rumpun populasi sebagai anggota unit populasi. Sebagai contoh; penelitian terhadap populasi pelajar SMU di kota X, random tidak dilakukan langsung pada semua pelajar tetapi pada suatu sekolah atau kelas sebagai kelompok atau cluster
Dalam pengambilan suatu sampel yang representative, perlu diperhatikan mengenai ukuran sampel yang akan diambil. Dalam suatu penelitian, untuk menentukan besarnya sampel ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, derajat keseragaman dari suatu populasi ( makin kecil suatu populasi maka makin kecil jumlah sampel yang akan diambil), presisi yang dikehendaki dari penelitian ( makin tinggi presisi yang dikehendaki, makin besar sampel yang harus diambil), ketersedian waktu, tenaga dan biaya ( jumlah sampel yang akan diambil tergantung dari ketersediaan dana, waktu dan tenaga ). Dalam penelitian kuantititatif besarnya sampel yang akan dimbil tergantung dari keadaan dari suatu populasi, sifat dan besarnya populasi serta tujuan dari penelitian tersebut.
Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan hasil penelitian yang representatif yang mana dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan. Penelitian kuantitatif pada umumnya menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan probabilitas ( probability sampling ) atau juga dikenal sebagai random sampling. Berdasarkan metode penarikan sampel ini, peluang terpilihnya masing-masing responden dapat diketahui. Pengambilan sampel berdasarkan probabilitas menghasilkan sampel yang mewakili populasi dan memungkinkan peneliti untuk menggunakan teknik-teknik statistic
.
Referensi
Newman,W. Lawrence. Social Research Methods “Qualitative and Quantitave Approache” Third Edition, Allyn & Bacon. Boston, 1997.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 198
Sebelumnya, dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian dari sampel itu sendiri. Sampel sering didefinisikan sebagai bagian dari suatu populasi. Sampel berasal dari bahasa Inggris “sample” yang artinya contoh, comotan atau mencomot yaitu mengambil sebagian saja dari yang banyak. Dalam hal ini yang dimaksud dengan yang banyaak adalah populasi. Dalam suatu penelitian, tidaklah selalu perlu untuk meneliti semua individu dalam populasi karena akan memakan banyak waktu dan biaya yang besar. Oleh karena itu dilakukan pengambilan sampel, dimana sampel yang diambil adalah sampel yang benar-benar representasi atau yang mewakili seluruh populasi.
Dalam suatu penelitian yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan sampel adalah memperhitungkan masalah efisiensi ( waktu dan biaya) dan masalah ketelitian dimana penelitian dengan pengambilan sampel dapat mempertinggi ketelitian karena jika penelitian terhadap populasi belum tentu dapat dilakukan secara teliti. Seorang peneliti dalam suatu penelitian harus memperhitungkan dan memperhatikan hubungan antara waktu, biaya dan tenaga yang akan dikeluarkan dengan presisi ( tingkat ketepatan ) yang akan diperoleh sebagai pertimbangan dalam menentukan metode pengambilan sampel yang akan digunakan.
Lawrence dalam bukunya mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif canderung menggunakan teknik pengambilan sampel yang berasal dari teori probabilitas ( probability sampling ) yakni pengambilan sampel secara acak ( random) yang dalam literature Inggris disebut “random sampling”. Pengambilan sampel melalui “probability sampling” didasarkan atas pemikiran bahwa keseluruhan unit dalam suatu populasi memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel. Karena setiap unit-unit anggota populasi memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel, maka untuk menjadi sampel, unit-unit populasi tersebut harus dirandom atau diacak. Walaupun pengambilannya secara acak, sampel yang dihasilkan tetap merupakan sampel ya ng representative.
Adapun tipe-tipe dari pengambilan sampel secara probabilitas atau “probability sampling” adalah; pengambilan sampel secara acak sederhana ( simple random sampling
), pengambilan sampel secara sistematis ( systematic sampling ), pengambilan sample secara acak bertingkat ( stratified random sampling ) dan pengambilan sampel gugus sederhana ( simple cluster sampling ).
Simple random sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dalam pengambilan sampel secara acak sederhana , tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Misalnya besar populasi adalah “N”, unsur dalam sampel adalah “n”, maka besar kesempatan tiap satuan element untuk terpilih dalam sampel adalah n/N. Hasil sampel secara acak dapat dievaluasi secara objektif karena terpilihnya suatu unit menjadi sebuah sampel harus benar benar berdasarkan faktor kebetulan, bebas dari subjektifitas peneliti maupun orang lain.
Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan dengan cara: mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi, dan dengan menggunakan table angka acak ( random ). Melalui cara pengundian, terlebih dahulu semua unit dalam populasi disusun kedalam daftar kerangka sampling ( sampling frame) baru kemudian diambil sampel dengan cara pengundian sehingga setiap unit mempunyai peluang yang sama untuk dapat dipilih. Penggunaan cara ini tidak praktis apabila jumlah unit dalam populasi nya besar. Sedangkan penggunaan table angka acak dilakukan apabila yang diketahui hanyalah nama-nama dan identifikasi dari unit-unit dalam populasi yang akan diteliti.
Pengambilan sampel secara acak sederhana hanya dapat dilakukan jika tersedia daftar kerangka sampling ( sampling frame ), sifat populasinya homogen dan keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis.
Pengambilan sampel secara sistematis adalah suatu metode pengambilan sampel dimana hanya unsur pertama dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya dipilih secara sitematis menurut suatu pola tertentu. Pengambilan sampel secara sistematis dapat dilakukan jika nama-nama atau identifikasi dari setiap unit dalam populasi terdapat dalam kerangka sampling dan populasi tersebut harus mempunyai pola yang beraturan. Cara ini sangat sederhana , praktis, mengurangi tenaga, menghemat waktu dan menekan biaya. Metode ini hanya dapat digunaan apabila populasi harus besar sehingga pengambilan sampel mendekati acak lagi, tersedianya kerangka sampel dan populasi bersifat homogen.
Apabila populasi yang akan diambil sampel memiliki sifat yang heterogen maka metode yang digunakan adalah pengambilan sampel secara acak bertingkat ( stratified random sampling). Populasi yang memiliki sifat yang heterogen tersebut harus dibagi-bagi dalam lapsan-lapisan ( strata ) yang seragam dan kemudian diambil sampel secara acak. Dalam menggunakan metode ini, harus ada kriteria yang jelas dalam hal ini variabel-variabel yang aka diteliti yang akan digunaka sebagai dasar untuk membagi populasi kedalam lapisan-lapisan, harus tersedia data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang digunakan serta jumlah satuan dari setia unit dalam setiap populasi harus diketahui secara tepat.
Sedangkan metode terakhir yang digunakan dalam pengambilan sampel secara probabilitas adalah pengambilan sampel gugus sederhana ( cluster sampel ). Pengambilan sampel ini memiliki kesamaaan dengan pengambilan sampel secara acak hanya saja dalam metode ini pengambilan sampel dari unit-unit populasi atau setiap uni sampelnya adalah kumpulan atau cluster daripada unsur-unsurnya. Metode ini digunakan jika kerangka sampel tidak tersedia atau tidak lengkap, oleh karena itu unit-unit analisa dalam dalam populasi digolongkan kedalam gugus yang disebut dengan cluster, dan ini merupakan satuan dimana saampel akan diambil. Jumlah gugus yang diambil sebagai sampel harus secara acak. Kemudian unsur-unsur penelitian dalam gugus tersebut diteliti semua. Cluster sampling tidak memilih individu sebagai unit sampel tetapi memilih rumpun-rumpun populasi sebagai anggota unit populasi. Sebagai contoh; penelitian terhadap populasi pelajar SMU di kota X, random tidak dilakukan langsung pada semua pelajar tetapi pada suatu sekolah atau kelas sebagai kelompok atau cluster
Dalam pengambilan suatu sampel yang representative, perlu diperhatikan mengenai ukuran sampel yang akan diambil. Dalam suatu penelitian, untuk menentukan besarnya sampel ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, derajat keseragaman dari suatu populasi ( makin kecil suatu populasi maka makin kecil jumlah sampel yang akan diambil), presisi yang dikehendaki dari penelitian ( makin tinggi presisi yang dikehendaki, makin besar sampel yang harus diambil), ketersedian waktu, tenaga dan biaya ( jumlah sampel yang akan diambil tergantung dari ketersediaan dana, waktu dan tenaga ). Dalam penelitian kuantititatif besarnya sampel yang akan dimbil tergantung dari keadaan dari suatu populasi, sifat dan besarnya populasi serta tujuan dari penelitian tersebut.
Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan hasil penelitian yang representatif yang mana dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan. Penelitian kuantitatif pada umumnya menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan probabilitas ( probability sampling ) atau juga dikenal sebagai random sampling. Berdasarkan metode penarikan sampel ini, peluang terpilihnya masing-masing responden dapat diketahui. Pengambilan sampel berdasarkan probabilitas menghasilkan sampel yang mewakili populasi dan memungkinkan peneliti untuk menggunakan teknik-teknik statistic
.
Referensi
Newman,W. Lawrence. Social Research Methods “Qualitative and Quantitave Approache” Third Edition, Allyn & Bacon. Boston, 1997.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 198
TEKNIK SAMPLING
Hasan Mustafa /2000
Sampel adalah sebagian
dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi
adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang
dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil
penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus.
Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka
yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau
unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa
peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian
banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b)
keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti
harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan
kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada
terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan
memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi
kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi
homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk
akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan
terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik
populasi, maka cara penarikan sampelnya
harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe
adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian.
Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu,
maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti
adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan
laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi
pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen
“A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi
“Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”
Elemen/unsur adalah
setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka
setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya
dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah
pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut
terdapat 500 elemen penelitian.
Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah
yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa
pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang
seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan
yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut
tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang
Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan
“bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat
kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur
adanya “bias” atau kekeliruan adalah
populasi.
Cooper dan Emory (1995)
menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya
adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang
diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada
satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah
suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di
setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan
semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode
penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang
terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995,
Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini
berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden
yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari
daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan
jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D.
Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata
Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama,
ternyata Literary Digest membuat
kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang
diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang
sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili,
padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut.
Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan
prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya
jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel
harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki
tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita
dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi,
diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap
orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian,
pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di
antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil
penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil
tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin
tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa
mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap
penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan
nama “sampling error” Presisi diukur
oleh simpangan baku (standard error).
Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S)
dengan simpangan baku dari populasi (s),
makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah
sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah
( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan
rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang
ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan
antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh
Kerlinger
besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya
sampel besar
Ukuran sampel
Ukuran sampel atau
jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian
yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif.
Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan
menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau
jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih
bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel,
selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh
pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya,
waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak
seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang
harus diambil. Jika rencana analisisnya
mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di
samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti
juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar
tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang
pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan
tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh.
Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola
dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan
populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus
diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?.
Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas
1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar
100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka
sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk
penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional,
paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen
per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan
Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran
(1992) memberikan pedoman penentuan
jumlah sampel sebagai berikut :
1.
Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.
Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel
(laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3.
Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi
multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari
jumlah variable yang akan dianalisis.
4.
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan
pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan
Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk
menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
Populasi
(N)
|
Sampel
(n)
|
10
|
10
|
220
|
140
|
1200
|
291
|
15
|
14
|
230
|
144
|
1300
|
297
|
20
|
19
|
240
|
148
|
1400
|
302
|
25
|
24
|
250
|
152
|
1500
|
306
|
30
|
28
|
260
|
155
|
1600
|
310
|
35
|
32
|
270
|
159
|
1700
|
313
|
40
|
36
|
280
|
162
|
1800
|
317
|
45
|
40
|
290
|
165
|
1900
|
320
|
50
|
44
|
300
|
169
|
2000
|
322
|
55
|
48
|
320
|
175
|
2200
|
327
|
60
|
52
|
340
|
181
|
2400
|
331
|
65
|
56
|
360
|
186
|
2600
|
335
|
70
|
59
|
380
|
191
|
2800
|
338
|
75
|
63
|
400
|
196
|
3000
|
341
|
80
|
66
|
420
|
201
|
3500
|
346
|
85
|
70
|
440
|
205
|
4000
|
351
|
90
|
73
|
460
|
210
|
4500
|
354
|
95
|
76
|
480
|
214
|
5000
|
357
|
100
|
80
|
500
|
217
|
6000
|
361
|
110
|
86
|
550
|
226
|
7000
|
364
|
120
|
92
|
600
|
234
|
8000
|
367
|
130
|
97
|
650
|
242
|
9000
|
368
|
140
|
103
|
700
|
248
|
10000
|
370
|
150
|
108
|
750
|
254
|
15000
|
375
|
160
|
113
|
800
|
260
|
20000
|
377
|
170
|
118
|
850
|
265
|
30000
|
379
|
180
|
123
|
900
|
269
|
40000
|
380
|
190
|
127
|
950
|
274
|
50000
|
381
|
200
|
132
|
1000
|
278
|
75000
|
382
|
210
|
136
|
1100
|
285
|
1000000
|
384
|
Sebagai informasi lainnya, Champion
(1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan
rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan
sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari
120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk
menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8
buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)
Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua
jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling.
Yang dimaksud dengan random sampling
adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk
diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100
dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai
kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud
dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen
populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima
elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah
peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya
kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di
atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya
bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah
melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara
acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil
penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak
biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran
populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika
yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti
tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik
konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia
mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?.
Kemudian, bisakah peneliti memilih
sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri
konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak
tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan
cara tidak acak atau nonprobability
sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa
digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang
puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh
botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan
tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak
(random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random
sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area
sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara
lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball
sampling
Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan
untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka
sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud
dengan kerangka sampling adalah daftar
yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen
populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang
tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa
perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa
yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP,
jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi
penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui
jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota,
maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat,
maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten,
Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau
simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa
dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang
bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka
Random, kalkulator, atau undian.
Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa
mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.
- Simple Random Sampling atau Sampel
Acak Sederhana
Cara atau teknik
ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan
bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau
elemen populasi tidak merupakan hal yang
penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria,
atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan
lainnya. Selama perbedaan gender, status
kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain
tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel
secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
- Susun “sampling frame”
- Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
- Tentukan alat pemilihan sampel
- Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi
- Stratified Random Sampling atau Sampel
Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi
berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang
signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel
dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer
terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas
cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat
menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para
manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel
secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga
tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer
bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
- Siapkan “sampling frame”
- Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
- Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
- Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat
menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara
(a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah
jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam
stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15
manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III)
ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel
yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka
untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28
manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam
setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen
di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam
stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa
mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat
menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.
- Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga
diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan
teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur
dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki
semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus
boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap
departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda
jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda
tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud
mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera
diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk
mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur
:
1.
Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di
atas, elemennya ada 100 departemen.
2.
Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3.
Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4.
Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample
4.
Systematic Sampling atau Sampel
Sistematis
Jika peneliti dihadapkan
pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara
random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut
kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur
populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam,
yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa
dijadikan sampel tergantung pada ukuran
populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah.
Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara
sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5.
Susun sampling frame
6.
Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7.
Tentukan K (kelas interval)
8.
Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval
tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
9.
Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor
awal yang terpilih.
10. Pilihlah
sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya
4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika
peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di
berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin
mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan,
teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1.
Susun sampling
frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya,
Kecamatan, Desa.
2.
Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten
?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3.
Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel
penelitiannya.
4.
Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara
acak atau random.
5.
Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang
harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.
Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis
sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi
mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi
yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena
faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1.
Convenience
Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam
memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi
ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat
baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh
penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2.
Purposive
Sampling
Sesuai
dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang
atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang
atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel
dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu
atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam
program pengembangan produk (product
development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri,
dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk
baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima
produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik
sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional,
namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya,
di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%
dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai
laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan
secara kebetulan saja.
3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara
ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya
bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia
minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta
kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti
bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga
dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain
yang eksklusif (tertutup)
Pedoman dalam pemilihan teknik sampling
Pada
penelitian kuantitatif Populasi dan sampel merupakan sumber utama untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan fenomena atau realitas yang
dijadikan fokus penelitian kita. Oleh karena itu, sebelum pada bahasan teknik
sampling pada data kuantitaf dan bagaimana cara menentukan ukuran sampel, maka
kita harus tahu terlebih dahulu mengenai:
· Populasi adalah seperangkat unit analisa lengkap yang sedang
diteliti.
· Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk dipelajari.
· Sampling adalah cara-cara atau teknik penarikan sampel dari
populasi.
Ø Teknik
Sampling pada data kuantitatif
1. Probability Sampling (Menggunakan Prinsip Random)
a. Cluster Random Sampling
Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak
diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka
samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam
klaster-klaster yang berbeda-beda.
· Apabila
klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya
dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling).
·
Akan tetapi jika klasternya besar
atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu
tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah
teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling).
Keuntungan menggunakan teknik ini ialah jika kluster-kluster didasarkan pada perbedaan
geografis maka biaya penelitiannya menjadi lebih murah. Karakteristik kluster
dan populasi dapat diestimasi.
Kelemahannya
ialah membutuhkan kemampuan untuk membedakan masing-masing anggota populasi
secara unik terhadap kluster, yang akan menyebabkan kemungkinan adanya
duplikasi atau penghilangan individu-individu tertentu.
b. Stratified Random Sampling
Teknik sampling ini digunakan
apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi,
makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Untuk
dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen,
maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan
(strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel
secara random (acak).
Untuk dapat menggunakan teknik
sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain
(Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas
yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam
lapisan-lapisan.
2. Harus ada data pendahuluan dari
populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi. Jumlah
satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui
dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling
untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam
menentukan sampel atau responden.
Sampel strata terdiri dari dua
macam, yaitu
·
Sampel strata proporsional
Teknik sampling random strata proporsional digunakan apabila
proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap strata
relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional,
dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata
dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang
sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang
menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi
tertentu.
Cara pengambilan sample dilakukan dengan menyeleksi setiap
unit sampling yang sesuai dengan ukuran unit sampling. Keuntungannya
ialah aspek representatifnya lebih meyakinkan sesuai dengan sifat-sifat ynag
membentuk dasar unit-unit yang mengklasifikasinya, sehingga mengurangi
keanekaragamannya. Karakteristik-karakeristik masing-masing strata dapat
diestimasikan sehingga dapat dibuat perbandingan.
Kerugiannya
ialah membutuhka informasi yang akurat pada proporsi populasi untuk
masing-masing strata. Jika hal tersebut diabaikan maka kesalahan akan muncul.
·
Sampel strata disproporsional
Pada Sampel Strata Disproporsional, ukuran sampel yang
diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah
pecahan samplingnya.
Strategi pengambilan sample sama dengan proporsional.
Perbedaanya ialah terletak pada ukuran sample yang tidak proporsional terhadap
ukuran unit sampling karena untuk kepentingan pertimbangan analisa dan
kesesuaian.
c. Simple Random Sampling
Sampel acak sederhana adalah sebuah
sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan
elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilih sebagai
sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran
populasi. Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia
kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam
kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau
lebih).
2. Sifat populasinya
harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak
terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan
populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.
Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur
penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka
Random.
d. Teknik Sampling Random Sistematik
(Systematic Random Sampling)
Apabila ukuran populasinya sangat
besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara
pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk
digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik sampling
random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik sampling ini
dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni
tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan
populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk diberikan nomor
urut serta bersifat homogen.
Cara penggunaan teknik sampling
random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya,
pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu
kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil.
Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval
sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara
nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan
patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya
hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.
Interval sampel atau juga disebut sampling
rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel
yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan
mengambil sampel (n) berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10
atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur sampling pertama adalah
satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel
berikutnya adalah:
Unsur
pertama = s
Unsur
kedua
= s + k
Unsur
ketiga
= s + 2k
Unsur
keempat = s + 3k,
dan seterusnya hingga unsur ke-n.
2. Non Probability Sampling(Tidak Menggunakan Prinsip
Random)
Dalam menentukan sampel dengan
menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip kerandoman
(prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan
tertentu dari peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik
sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan apabila penelitian kita dirancang
sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu,
misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak
dapat diterapkan untuk data yang berasal dari sampel nonrandom. Teknik sampling
ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian eksploratif atau
penelitian deskriptif.
Ada beberapa jenis sampel nonrandom
yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di
antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental
sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang
pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan
penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut convenience sampling
atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan menyebutnya sebagai
sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa
mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita
ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat.
2. Sampel Kuota (quota
sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis
dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari
setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara
kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing
strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang
ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
3. Sampel Purposif (purposeful
sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel
pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel
ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah
yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau
kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu.
4. Sampel Bola Salju (Snowball)
Memilih unit-unit yang mempunyai karakterisitik langka dan
unit-unit tambahan yang ditunjukkan oleh responden sebelumnya. Keuntungannya
ialah hanya digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Kelemahannya ialah
keterwakilan dari karakteristik langka dapat tidak terlihat di sample yang
sudah dipilih.
Ø Cara
Menentukan Ukuran Sampel
Ukuran sampel atau besarnya sampel
yang diambil dari populasi, merupakan salah satu faktor penentu tingkat
kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel
harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?
Menurut I Gusti Bagoes Mantra dan
Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode
Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa
besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa
aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi
(degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya
tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh
kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat
heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar.
Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji
homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of
precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunakan dalam
penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu
pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang
diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi
(α) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%),
sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α yakni
bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran
sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita
menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis.
Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan
pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan
ditempuh dalam penelitian.
4. Alasan-alasan tertentu yang
berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya
keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain.
Selain mempertimbangkan
faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya
rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari
populasi. Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin
di bawah ini dapat digunakan.
Rumus Slovin:
N
n
= ———
1
+ Ne²
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e =kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi
tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan
proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus digunakan.
N
n
= ———–
Nd²
+ 1
d = batas toleransi kesalahan
pengambilan sampel yang digunakan.
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari
populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat
kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
4000
n
= ————————- =
364
4000
x (0,05)² + 1
Sumber:
Santoso. (2008). Populasi
dan Metode Sampling (Materi VI).
Tersedia di http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/populasi-dan-metode-sampling-materi-vi.html/
Sugiana, Dadang. (2008). Secuil Tentang
Sampling dalam Penelitian Kuantitatif.
Tersedia di http
://dankfsugiana.wordpress.com/2008/07/08/ populasi-dan-teknik-sampling /
Tidak ada komentar:
Posting Komentar