PERS
INDONESIA DARI MASA KE MASA
March 9, 2010
makalah ini disusun berdasarkan pasal 28F yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya makalah yang berjudul “Pers Indonesia dari Masa ke Masa” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Keberhasilan penulis dalam penulisan makalah ini tentunya
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki,
untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Jakarta,
Maret 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang berarti dalam
bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara
maknafiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak.
Definisi pers yaitu, suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan jenis media dan
segala jenis saluran yang tersedia. Dimana pers saat ini tidak hanya terbatas
pada media cetak maupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai
media infromasi seperti internet.
Pada masa kini, pers telah mengalami
perkembangan pesat baik dari segi media yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi, cakupan wilayah penyebaran informasi yang sangat luas maupun kebebasan
pers itu sendiri. Meski masih menjadi kontroversi di masyarakat, dibandingkan
dengan pers masa orde baru, kebebasan pers yang lebih terbuka juga mengandung
sisi positif dalam penyampain informasi di masyarakat.
Penyampaian informasi/pemberitaan pertama
diketahui pada zaman
pemerintahan Cayus Julius (100-44 SM) bertempat di negara Romawi, dipancangkan
beberapa papan tulis putih di lapangan terbuka di tempat rakyat berkumpul.
Papan tulis yang disebut Forum Romanum itu berisi pengumuman-pengumuman resmi.
Menurut isinya, papan pengumuman ini dapat dibedakan atas dua macam. Pertama
Acta Senatus yang memuat laporan-laporan singkat tentang sidang-sidang senat
dan keputusan-keputusannya. Kedua, Acta Diurna Populi Romawi yang memuat
keputusan-keputusan dari rapat-rapat rakyat dan berita-berita lainnya. Acta
Diurna ini merupakan alat propaganda pemerintah Romawi yang memuat
berita-berita mengenai peristiwa-peristiwa yang perlu diketahui oleh rakyat.
Sementara itu
di Eropa diketahui bahwa wartawan-wartawan pertama telah ada sejak zaman
Romawi. Wartawan-wartawan ini
terdri atas budak-budak
belian yang oleh
pemiliknya diberi tugas mengumpulkan informasi, berita-berita, bahkan juga
menghadiri sidang-sidang senat dan melaporkan semua hasilnya baik secara lisan
maupun tulisan.
Surat kabar cetakan pertama baru terbit pada tahun 911 di
Cina. Namanya King Pau, Surat kabar milik pemerintah yang diterbitkan
dengan suatu peraturan khusus dari Kaisar Quang Soo ini, isinya adalah
keputusan-keputusan rapat-rapat permusyawaratan dan berita-berita dari istana.dak mudah
terbentk
Bagaimana dengan sejarah pers di
Indonesia? Indonesia pernah mengalami masa penjajahan, tentunya penyebaran
berita diawasi dengan ketat oleh para penjajah negeri ini, yang salah satu
tujuannya adalah agar nasionalisme dan rasa persatuan tidak mudah terbentuk.
Selain itu pada masa orde lama dan orde baru juga kebebasan pers masih sangat
terbatas. Terbetik pertanyaan, bagaimanakah perkembangan pers di Indonesia
hingga bisa berkembang seperti sekarang ini, dan apa saja kendala-kendala yang
merintangi perkembangan pers di Indonesia sejak dahulu hingga kini? Kedua
pertanyaan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.
BAB II
ISI
A. Pengertian Pers
Seperti yang
telah disebutkan diatas, pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan berbagai jenis media dan saluran yang tersedia. Pers juga dapat
dinyatakan sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang kegiatannya melayani dan
mengatur kebutuhan hati nurani manusia selaku makhluk sosial dalam kehidupannya
sehari-hari sehingga dalam organisasinya pers akan menyangkut segi isi dan
akibat dari proses komunikasi yang melibatkannya.
Ditinjau
dari sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probabilistik. Terbuka artinya
bahwa pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan; tetapi dilain pihak pers juga
mempengaruhi lingkungan probabilistik berarti hasilnya tidak dapat diduga
secara pasti. Situasi seperti itu berbeda dengan sistem tertutup yang
deterministik. Dalam buku “Four Theories of the Press” dengan penulis; Fres S.
Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm. bahwa Pers dapat dikategorikan
menjadi;
1.
authoritarian press (pers otoritarian)
2.
libertarian press (pers libertarian)
3.
soviet communist press atau pers komunis soviet
4.
social responsibility press atau pers tanggung jawab sosial.
Dalam
perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas
dan pers dalam pengertian sempit. Pers dalam pengertian luas meliputi segala
penerbitan, bahkan termasuk pers elektrolit, radio siaran, dan televisi siaran.
Sedangkan pers dalam arti sempit hanya terbatas pada pers cetak, yakni surat kabar,
majalah, dan buletein kantor berita.
B. Pers pada Masa
Penjajahan
1. Hindia Belanda
Di
Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa
pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat
perjuangan. Namun Penjajah Belanda, yang sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat
indonesia, maka
mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers Indonesia
karena merupakan momok yang harus diperangi. Selain mengeluarkan KUHP Belanda juga mengeluarkan mengeluarkan aturan yang bernama Persbreidel
Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap
berbahaya. Kemudian Belanda
juga mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi
pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan
permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan
Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia
Belanda. Beberapa surat kabar yang terbit di zaman ini adalah Bintang Timur, Bintang Barat, Java
Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode.
2. Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang surat kabar (pers)
Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan
jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini
menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang
beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar, meskipun begitu ada lima media yang mendapat izin
terbit, yaitu: Asia Raja,
Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Walaupun
pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
· Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia
bertambah. Terutama dalam penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman
belanda.
· Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering
dan luas.
· Adanya
pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh
sumber-sumber resmi Jepang.
C. Pers pada Masa
Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin (Orde Lama)
Pers
di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah
konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian
dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awal pembatasan pers di masa demokrasi liberal adalah efek samping dari keluhan
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi
pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Demokrasi liberal berakhir ketika Orde Lama
dimulai. Era demokrasi liberal adalah sejak Pemilu 1955 hingga Dekrit Presiden
1959.
Pada masa orde lama kebebasan pers
cukup dijamin, karena masa itu adalah masa dimana pers merupakan sarana yang
dipakai pemerintah maupun oposisi untuk menyiarkan kebijakannya dan pers itu
sendiri menjadi lebih berkembang dengan hadirnya proyek televisi pemerintah
yaitu TVRI. Sejak
tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar
hitam putih. Namun, karena TVRI adalah stasiun televisi milik negara, maka
pemerintah jugalah yang menguasainya. Berikut ini merupakan ciri-ciri pers pada
masa orde lama:
· Terbagi
atas beberapa jenis, yaitu umum
dan politik.
· Pers berafiliasi ke partai politik
amat banyak dan justru oplahnya tinggi. Contohnya: Suluh Marhaen ke PNI (Partai
Nasional Indonesia) dan Bintang
Timur berafiliasi ke PKI (Partai Komunis Indonesia)
· Penyerangan terhadap lawan politik
amat lazim. Headline (kepala berita) dan karikatur yang sarkastis/kasar amat
lazim digunakan. Bahkan tidak tabu menggambarkan lawan politik sebagai anjing
misalnya, meski ia menjabat sebagai menteri sekalipun.
· Menjelang Orde Lama jatuh, muncul
media massa yang anti Soekarno dan Orde Lama. Terbagi menjadi media kampus
seperti Harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) atau Gelora Mahasiswa
UGM. Sementara media umum seperti Kompas.
· Radio swasta niaga nyaris tidak ada.
Hanya ada RRI yang jangkauannya luas. Namun ada radio komunitas yg dibuat
mahasiswa seperti Radio ARH (Arief Rahman Hakim) dari UI dgn jangkauan terbatas.
· Contoh pers umum yaitu Indonesia Raya, Merdeka.
D. Pers pada Masa
Orde Baru
Pada awal kepemimpinan orde baru
menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan
demokrasi Pancasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan
kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25 Dewan
Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi,
sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan
objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa
kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya peristiwa malari (Lima Belas Januari
1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa malari beserta
beberapa peristiwa lainnya, beberapa
surat kabar dilarang terbit/dibredel, yaitu Kompas, Harian Indonesia Raya dan Majalah
Tempo yang merupakan contoh-contoh kentara dalam sensor
kekuasaan ini. Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili
kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Kontrol terhadap pers ini dipegang melalui Departemen
Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan
Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih,
Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara. Pemerintah orde baru
menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol
sebagaimana organisasi masa dan partai politik.
E. Pers pada Masa
Reformasi
Titik
kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak
media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya
organisasi profesi.
Kalangan pers kembali bernafas lega
karena pemerintah
mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun
1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya
kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap pers
nasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran
(pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi,
dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak
gugur apabila demi kepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang
dinyatakan oleh pengadilan. Hingga kini Kegiatan jurnalisme diatur dengan
Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Namun
kegiatan jurnalisme ini juga cukup banyak yang melanggar kode etik pers
sehingga masih menimbulkan kontroversi di masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik dengan
menggunakan berbagai jenis media dan saluran yang tersedia.
2. Pers pada masa
penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan diawasi dengan ketat
oleh pihak penjajah itu sendiri.
3. Pers pada masa
demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin (orde lama) mulai menikmati kebebasan
pers yang lebih luas namun pers pada masa orde lama lebih cenderung digunakan
sebagai sarana untuk menyiarkan kebijakan pemerintah maupun partai oposisi.
4. Pers pada masa
orde baru mirip pada masa orde lama, dan banyak terjadi pembredelan media cetak
yang tidak sesuai dengan ‘selera’ presiden
5. pada masa
reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang Penyiaran dan Kode
etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan
pemberitaan karena tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar